Blog ini adalah Field untuk Ujian Praktek Mata Pelajaran TIK, SMP NEGERI 1 CILEDUG Kab. Cirebon

Senin, 18 Mei 2009

artikel pemerintahan inonesia

Rencana sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta penjelasan pemerintah soal pro-kontra kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), akhirnya berujung pada penggunaan hak angket DPR. Setelah melalui proses perdebatan panjang dan berliku, DPR akhirnya menyetujui pengunaan hak angket untuk menyelidiki kebijakan (policy) pemerintah yang menaikkan harga BBM pada akhir mei lalu. Persetujuan itu didapat setelah dilakukan pengambilan suara (voting) terbuka dalam sidang paripurna DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6). Dari 360 anggota DPR yang hadir dan memberikan suaranya, sebanyak 233 anggota DPR yang berasal dari delapan Fraksi di DPR (F-PDIP, F-PPP, F-PAN, F-PKB, F-PKS, F-BPD, F-PBR, F-PDS) mendukung pengunaan hak angket kenaikan BBM dan sisanya sebanyak 127 anggota DPR yang berasal dari dua Fraksi (85 orang dari F-PG dan 42 orang F-Partai Demokrat) menolak pengunaan hak angket kenaikan BBM. Keberhasilan pengunaan hak angket kenaikan BBM oleh DPR sudah semestinya disambut dengan sukacita, sebab untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), DPR Periode 2004-2009 berhasil dengan sukses meloloskan satu hak angket. Sebelumnya, pengunaan hak angket oleh DPR dalam mengawasi berbagai kebijakan pemerintah hanya sekedar wacana pepesan kosong ala politisi senayan (baca : anggota DPR) yang ending-nya selalu berakhir dengan kegagalan karena begitu dominannya lobi dan tekanan politik yang dimainkan oleh pemerintah.
Selain itu, dengan telah disepakatinya pengunaan hak angket kenaikan BBM oleh DPR, mulai saat ini setidaknya pemerintah harus segera bersiap-siap untuk menjelaskan secara transparan mengenai alasan menaikkan harga BBM. Berbagai persoalan di bidang migas seperti tidak berjalannya program penghematan BBM, program pengembangan energi alternatif, sistem subsidi BBM secara langsung, maraknya penyelundupan BBM keluar negeri, keberadaan makelar (broker) minyak hingga semakin rendahnya tingkat produksi minyak dalam negeri dari tahun ke tahun akan menjadi sejumlah pertanyaan penting yang akan diajukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket kenaikan BBM yang tak lama lagi akan segera dibentuk DPR.Kita semua tentunya berharap pemerintah dapat dengan baik memberikan jawaban serta penjelasan kepada Pansus hak angket kenaikan BBM terhadap berbagai persoalan tersebut di atas, dan tak hanya sekedar mencari dasar pembenaran (justifikasi) atas kebijakan yang telah dilakukan, atau sebatas melakukan “serangan balik” kepada para politisi di Senayan. Dan ada baiknya penjelasan pemerintah tersebut juga diikuti dengan penyampaian data dan fakta yang sebenarnya terjadi serta rencana strategis yang akan dilakukan ke depan untuk membenahi carut marut kebijakan disektor Migas selama ini.Legalitas Hak AngketSesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, DPR sebagai lembaga representasi publik memiliki tiga macam fungsi, yaitu fungsi pembentuk undang-undang (legislasi), fungsi anggaran (budgetair), dan fungsi pengawasan (control). Untuk melaksanakan berbagai macam fungsinya tersebut, DPR dilengkapi dengan berbagai macam hak yang dibedakan ke dalam dua kategori yaitu pertama, hak yang bersifat kelembagaan (institusional) dan kedua, hak yang bersifat pribadi (personal) setiap anggota DPR. Berbagai macam hak institusional DPR meliputi hak meminta keterangan (interpelasi), hak mengadakan penyelidikan (angket) dan hak menyatakan pendapat. Sedangkan untuk hak personal setiap anggota DPR meliputi hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20A ayat (3) UUD 1945).Sebagai suatu hak institusional DPR, hak angket merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR. Ditinjau dari aspek legalitas dan konstitusionalitas, kedudukan hak angket DPR dapat dikatakan memiliki pijakan hukum yang sangat kuat. Ia diatur secara tegas dalam Batang Tubuh UUD 1945, khususnya Pasal 20A ayat (2) yang menyatakan, Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.Kemudian keberadaan hak angket DPR secara eksplisit ditegaskan pula dalam Pasal 27 poin (b) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan (Susduk) MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta dalam Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR RI Pasal 176 sampai dengan Pasal 183. Bahkan, dalam penjelasan Pasal 27 poin (b) UU No. 22/2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dirumuskan secara jelas dan terperinci mengenai pengertian hak angket. Adapun yang dimaksud dengan pengertian hak angket menurut penjelasan Pasal 27 poin (b) UU No. 22/2003 adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun, UU No. 22/2003 tidak mengatur secara jelas dan rinci tentang pelaksanaan dari hak angket itu. UU yang mengatur secara rinci mengenai mekanisme penggunaan hak angket DPR ialah UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket DPR. UU tersebut berasal dari zaman sistem pemerintahan parlementer di bawah UUD Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) yang sampai saat ini belum pernah diganti dan dicabut secara resmi oleh pembentuk UU (Baca: DPR dan Presiden). Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya tertanggal 26 Maret 2004 silam telah menegaskan bahwa UU No. 6/1954 tentang Hak Angket DPR masih berlaku dan memiliki kekuatan mengikat berdasarkan ketentuan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945. Dengan demikian, tidak ada keraguan apapun bagi DPR untuk menggunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 6/1954 untuk melaksanakan hak angket kenaikan BBM.Pemakzulan PresidenKini yang menjadi permasalahan sebenarnya bukan terletak pada aspek legalitas maupun konstitusionalitas dari pengunaan hak angket kenaikan BBM oleh DPR, melainkan arah politik dari perjalanan hak angket kenaikan BBM ke depan. Hal ini terutama berkaitan dengan persoalan apakah pengunaan hak angket kenaikan BBM oleh DPR dapat bermuara pada proses pemakzulan (impeachment) Presiden SBY dari jabatannya sebagai Presiden?. Persoalan ini menjadi amat penting untuk dikemukakan dan dikaji lebih lanjut, mengingat konsekuensi dari pengunaan hak angket bisa dijadikan sebagai pintu masuk bagi DPR untuk memulai proses pemakzulan presiden. Tentu saja dengan catatan, jika di dalam proses penyelidikan hak angket kenaikan BBM ditemukan adanya indikasi bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal pemakzulan presiden (impeachment articles) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7A UUD 1945 yaitu apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden. Dari uraian mengenai kriteria konstitusional pemakzulan tersebut di atas, jelaslah bahwa kebijakan pemerintah mengenai kenaikkan harga BBM saja tidak dapat dijadikan dasar bagi DPR untuk melakukan proses pemakzulan Presiden SBY, sebab suatu kebijakan tidak dapat dijadikan dasar bagi pemberhentian seorang presiden di tegah masa jabatannya. Menggunakan kebijakan untuk memberhentikan kepala pemerintahan hanya dikenal dalam sistem pemerintahan yang bercorak parlementer. Namun, jika ternyata dalam perkembangannya nafsu dan kepentingan politik DPR terlalu besar untuk memberhentikan Presiden SBY di tengah jabatannya, hasil perubahan UUD 1945 telah memberikan mekanisme yang mewajibkan agar pendapat DPR tersebut haruslah terlebih dahulu diuji dasar konstitusionalitasnya di forum Mahkamah Konstitusi (MK) )Pasal 7B ayat 1 UUD 1945). Kalau MK memutuskan memang terbukti, maka DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR (Pasal 7B ayat 5 UUD 1945 jo Pasal 190 Peraturan Tata Tertib DPR).Terakhir, saya berharap hak angket kenaikan BBM yang telah digulirkan DPR nantinya dapat berakhir dengan bagi kemaslahatan kebutuhan perminyakan rakyat Indonesia dan tidak semata-mata hanya untuk memuaskan libido kekuasaan para politisi senayan. Di samping itu, keputusan DPR soal hak angket juga harus dimanfaatkan sebagai upaya membenahi secara komprehensif kebijakan energi nasional yang carut-marut selama ini. Sebab, jika penggunaan hak angket tidak menyentuh ke aspek fundamental tersebut, maka bersiap-siaplah masyarakat akan memandang negatif terhadap hak angket kenaikan BBM yang telah disepakati oleh DPR.***

thomas ariep dyunar

chembilan dhe{9d}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog ini

Materi ujian praktek terdiri dari: 1. Posting artikel dengan tema bebas (diutamakan disisipi gambar atau video) 2. Penambahan gadget baik berupa slide gambar, jam, game dll. (berikan judul sesuai nama dan kelas Anda) 3. Jika Anda sudah mempunyai blog, jadilah pengikut blog ini

Arsip Blog

Pengikut